Monday 12 June 2017

Orasi Menyisir Tanah

Datang ke sebuah pertunjukan musik yang intim dengan skala penonton cenderung lebih kecil adalah hal yang saya pilih untuk menikmati penampilan musisi idola saya. Sekitar tahun 2010, saya memiliki kesan yang sampai sekarang masih sukar dilupakan datang ke gelaran pertunjukan sederhana Melancholic Bitch dan Frau yang -pada saat itu- saya belum banyak mengenal karya mereka, tapi toh tanpa itu saya tetap bisa menikmati musik dan aksi mereka membawakan lagu meskipun saya adalah golongan penikmat musik yang ketika mendengarkan lagu harus bisa menyanyikan liriknya untuk bisa lebih "masuk" ke dalam lagu tersebut. Saya terpesona dengan penampilan Melancholic Bitch serta Frau dengan bahasa musik mereka menyajikan penampilan yang menurut saya luar biasa, dan sejak saat itu saya tidak pernah melewatkan jika Melancholic Bitch dan Frau menggelar sebuah pertunjukan. Ada kenikmatan untuk lebih masuk ke dalam karya musisi yang saya sukai ketika datang ke pertunjukan kecil atau private concert mereka, mungkin karena saya merasa lebih dekat secara jarak sehingga terasa personal.
Banyak musisi yang saya sukai karyanya tapi saya belum pernah menyaksikan penampilannya secara langsung yang menurut kesaksian beberapa teman aksi panggungnya luar biasa bagus, Barasuara misalnya, saya merasa di usia saya yang sekarang ini datang ke konser mereka lalu tenggelam di arus jejingkrakan adalah melelahkan. Ya meskipun cara menikmati musik seperti itu adalah bukan keputusan buruk, tapi menurut hemat pola pikir malas saya lebih baik kalau suatu hari nanti mereka menggelar acara yang lebih "sederhana" jangan pernah lengah untuk segera membeli tiketnya. 

Mei lalu saya melawat ke Solo demi menyaksikan gelaran acara peluncuran mini album The Mudub, unit kelompok asal Solo dengan aksi panggung kocak nan gokil yang digawangi Arum, Catur, Jeky, dan Jampes. Tidak pernah mengecewakan memang menghadiri sebuah pertunjukan yang intim seperti itu, selama kurang lebih 3 jam dihajar oleh aksi menawan lengkap dengan candaan antar personil band yang memang jadi satu trademarks The Mudub sebagai satuan kelompok bermusik. Tulisan lengkap mengenai The Mudub bisa anda baca di artikel ini.
Tadi malam, saya mengiyakan ajakan teman untuk datang menikmati gelaran dari Sisir Tanah di Teater Garasi yang kebetulan memang tidak begitu jauh dari tempat kos saya. Saya beberapa kali mendengarkan lagu Sisir Tanah dan jujur saja kurang begitu menikmati karena mungkin menurut saya nada seperti yang dimainkan Sisir Tanah ini sudah begitu overplayed di telinga saya lewat Payung Teduh  yang sekarang banyak diputar di coffee shop guna mendapat kesan edgy. Berbekal keyakinan bahwa semua gelaran private concert yang saya datangi tak pernah berakhir mengecewakan, saya duduk dan bersiap menikmati sajian penampilan Sisir Tanah.


Tanpa penampil pembuka, seseorang mengucapkan selamat datang dan berterima kasih sudah datang di acara ini sekaligus mempersilahkan Sisir Tanah untuk segera masuk ke panggung. Saya tidak begitu banyak mengerti apa istilahnya dalam seni musik, yang bisa saya tulis hanyalah musik minimalis dari Sisir Tanah dipadu dengan lirik tajam mengangkat isu sosial, suara Bagus Dwi Danto malam tadi berpadu apik dengan Jasmine begitu apik di lagu Obituari Air Mata. Mendengarkan Sisir Tanah seolah mendengar sebuah orasi tapi jauh dari teriakan dan nada tinggi, di Lagu Baik saya sudah bisa merasakan emosi di lirik tajam yang oleh Danto berkali-kali diulang untuk memberi kesan jangan pernah berhenti menyampaikan "semangat baik". 

Panjang umur keberanian, mati kau kecemasan dan ketakutan
Panjang umur keberanian, mati kau ketidakadilan dan penindasan
Panjang umur keberanian, mati kau kebenaran yang dipaksakan


Panjang umur, semangat baik

(Lagu Baik, Sisir Tanah "WOH")

Saya memang bukan seorang aktivis, tidak pernah berkecimpung di gerakan sosial maupun kemanusiaan tapi saya mengamini apa yang Sisir Tanah suarakan mengenai apa yang terjadi di negeri ini. Permasalahan Intoleransi, penindasan, teror, dan banyak yang lain adalah akrab kita lihat serta jumpai di lingkungan sekitar maupun di media.
Penampilan Bagus Dwi Danto sebagai Sisir Tanah meskipun minim interaksi namun pertunjukan tadi malam tidak sedikitpun kehilangan rasa khidmat dan khusyuk penonton dalam memasuki lagu demi lagu yang dibawakan dengan hiasan lampu temaram di ruang tengah Teater Garasi. Tidak banyak basa-basi yang keluar, karena mungkin bagi Sisir Tanah penonton hanya ingin menikmati lagu dan tidak penting untuk memberi pemahaman bahwa lagu ini menceritakan tentang blablabla, atau lagu ini saya buat karena keprihatinan saya atas blablabla jadi biarlah penonton menikmati penampilan dan pulang terpuaskan atas asumsi masing-masing.

"Apapun yang menjadi medium kita, saya yakin semua yang ada di sini adalah orang yang ingin 'bersuara' lewat macam-macam cara", adalah sebuah kutipan di tengah penampilan Sisir Tanah yang saya tidak bisa untuk tidak mengamini hal itu. Meskipun lalu menjadi refleksi bagi saya karena apa yang saya sampaikan -lewat komedi- masih jauh untuk bisa disebut "bersuara", sejauh ini saya hanya menertawakan hidup saya yang sedikit manfaat banyak wagunya ini. 
Karena semua seni pertunjukan menurut saya memiliki banyak kesamaan satu dengan lainnya, setelah menyaksikan pertunjukan yang bagus lalu melahirkan inspirasi untuk berbuat serupa saya kira adalah hal wajar. Ada rendah hati yang bisa menjadi teladan, ada sederhana dalam berkarya yang tak buruk jika menjadi acuan, ada semangat untuk menggelar karya berapapun penikmat yang menjadi lecutan.

Panjang umur inspirasi, semangat baik :)

No comments:

Post a Comment