Thursday 3 August 2017

Melebur Pada Gunung

Gelaran Stand Up Gunung 2017 baru saja selesai, di sosial media masih banyak kebahagiaan yang diunggah, foto, video, tulisan, dan kesan tentang meriahnya acara ini. Tahun ini Stand Up Gunung mengambil tema "Bhinneka Tawa" yang kurang lebih bermaksud untuk menyatukan segala jenis aliran dalam Stand Up Comedy dengan tujuan utama tentunya menghibur dan mengajak untuk membuka selebarnya pikiran untuk menerima candaan yang mungkin beberapa kejadian terakhir membuat jarang dirasakan.
Hawa "serius" sosial media ini semakin lama memang membuat lelah, membuat sempit lingkar kepala para penggunanya akibat segala sesuatunya jika harus dijadikan bahan bercandaan terhalang norma ini dan itu, padahal sejatinya komedi atau lawak atau humor meredam semua itu meleburnya dalam tawa, yang pada akhirnya segala sesuatunya bisa menjadi lebih ringan dan lebih mudah diterima, idealnya seperti itu. Yang terjadi malah beberapa penggunanya yang terlalu serius dalam menanggapi setiap masalah ini menjadikan sosial media untuk media praktis untuk saling serang, menebar fitnah, menjadikan viral yang berujung pada pemboikotan ini dan itu, yang sejujurnya melelahkan.

(photo by Rahadyan Kukuh)

Nah, Stand Up Gunung 2017 hadir untuk mencairkan semua ketegangan itu
Boleh menyangkal bahwa apa yang tertulis adalah sesuatu yang terlalu dilebihkan, tapi kalau anda datang menyaksikan penampilan komika Stand Up Gunung, hampir semua komika yang tampil di dalamnya menyampaikan sesuatu dari berbagai sudut pandang, dari yang akademis sampai yang vulgar sarat makian, dari yang menertawakan diri sendiri hingga menertawakan sesuatu yang getir seperti peristiwa alam. Jika dipahami sebagai sebuah teks, maka ini adalah rangkaian penampilan yang jauh dari nilai moral, namun secara kontekstual ini adalah kesempatan untuk menertawakan segala hal yang terjadi di negara kita akhir-akhir ini.
Uus dan Ernest Prakasa, 2 sosok kontroversial di sosial media yang dengan tenang menceritakan dan membuat apa yang menimpa mereka berdua sebagai sebuah candaan yang memang seharusnya kita tertawakan. Irvan Karta membedah dan memberi pengetahuan kepada para penonton tentang asal muasal nasi sarden, sedangkan duo Muslim dan Coki Pardede dengan gamblang mengajak penonton untuk menertawakan tragedi dan membongkar paradigma terhadap sebuah isu. Semua mendapatkan apresiasi dan tawa dari penonton, semua mendapatkan respect, dan semua mengamini bahwa apa yang terjadi di Stand Up Gunung 2017 adalah memang hanya realitas yang harusnya ditertawakan.

Acara seperti ini penting untuk menjaga kebersamaan dan kesederhanaan, meredakan ketegangan yang terjadi yang pasti membuat lelah karena hal yang seharusnya bisa diabaikan menjadi penting untuk diperdebatkan, atas nama ini dan itu. Mungkin penonton Stand Up Gunung 2017 yang hadir di Bumi Perkemahan Senolewah-Wonogondang kemarin tidak mewakili Indonesia, tapi setidaknya keyakinan bahwa Stand Up Comedy dengan materi yang menabrak paradigma dan stereotype masyarakat masih diterima dengan pikiran terbuka. Semoga semakin banyak di luar sana tidak hanya di Jogja, membuat acara serupa apapun mediumnya dan dimanapun tempatnya, agar semakin yakin bahwa Indonesia tidak hanya seperti apa yang ada di sosial media.

Terima kasih, Stand Up Gunung :)

No comments:

Post a Comment