Wednesday 30 March 2016

[Movie Review: Batman vs Superman]

Spoiler Spoiler Spoiler everywhere!!
Saya bukan tipe penonton film yang sangat terganggu dengan adanya spoiler, saya cenderung bermurah hati kalau ada seorang teman menceritakan seluruh runtutan cerita dan twist dalam film itu, saya yakin saya bukan satu-satunya orang di dunia yang tidak merasa terganggu dengan banyaknya spoiler di sosial media terutama. Karena bagi saya, film bukan hanya mengenai twist dan kejutan cerita tapi lebih bagaimana saya bisa menjelajahi apa yang ingin disampaikan sutradara dalam film yang saya tonton.
Bagi yang belum nonton film Batman vs Superman : Dawn of Justice, here's the spoiler
pic via Google.com
Seperti yang saya tulis dalam beberapa waktu lalau sebelum film Batman vs Superman : Dawn of Justice ini tayang, satu hal yang membuat saya tetap menonton film ini adalah Zack Snyder yang membuat saya terpesona dalam bagaimana ia menceritakan Watchmen tahun 2009. (baca tulisan lengkapnya Di sini

Film dibuka dengan sebuah narasi, gelap, muram, dan yang saya ingat hanya tatapan penuh dendam dari Bruce Wayne (Ben Affleck) menyaksikan Superman beradu melawan General Zod yang diambil dalam cuplikan Man of Steel. Zack Snyder membangun karakter Bruce Wayne dengan kelam dan penuh dendam, menjadikan Batman sebagai anti-hero berdarah dingin yang sudah tidak peduli dengan apa itu keadilan dan "menjadi" sosok pahlawan, di sisi lain Zack membentuk Superman sebagai sosok kontroversial dan penuh kebimbangan bagaimana ia harus bersikap kepada penduduk planet yang bukan tempat dari mana ia berasal. Zack Snyder sangat berhasil membuat saya terkesan, seperti pembuka dalam film Watchmen dimana Roscarch membacakan buku diary dengan intonasi yang sangat mendalam.
Banyak yang menilai film ini gagal, tapi menurut saya film ini adalah film yang sangat PUITIS. Film yang dimana sutradaranya berbicara banyak mengenai Superman, mengenai keadilan sebagai premis utama, bahkan mempertanyakan makna keadilan pada sosok "Tuhan" yang dalam film ini beberapa kali digambarkan dalam diri Superman. Bagi yang sudah menonton filmnya, dialog Lex Luthor dengan Superman di sebuah helipad untuk mengadu domba Superman & Batman adalah bagian terbaik sepanjang film ini.
 
Zack Snyder juga seolah ingin membuat pesan tersirat bahwa Superman hanya seorang manusia biasa, bukan Tuhan yang harus diagungkan meski penduduk bumi tahu bahwa Superman adalah Maha Segalanya dengan bagaimana ia membuat Superman terbang landai dan berjalan menaiki anak tangga menuju tempat persidangan dan bahkan Zack Snyder menggambarkan tangan Superman membuka pagar pembatas di depan majelis hakim dan senator. Entah saya berlebihan, tapi silahkan dilihat lebih seksama bagaimana adegan itu disajikan dalam close-up shot dan buuuummm meledaklah seluruh ruangan sidang dan terlihat wajah Superman gagal menyelamatkan semua warga yang ada dalam ruang sidang.
Cuplikan Batman vs Superman dalam BvS: Dawn of Justice
Bagaimana dengan Batman?
Pastilah semua orang akan membandingkan bagaimana Bruce Wayne versi Christian Bale yang memukau dalam trilogi Batman-nya dengan Bruce Wayne versi Ben Affleck yang dari awal kemunculannya sudah mendapat reaksi berragam di sosial media. Saya menilai Bruce Wayne versi Ben Affleck adalah Bruce Wayne penuh dendam yang pernah ada, dan Batman versi BvS ini adalah Batman yang paling "Batman" dari cara ia bertarung. BEST!!
Thanks God pernah menghadirkan George Clooney sebagai Bruce Wayne karena ia adalah standar terburuk dalam sejarah Bruce Wayne dengan kostum Batman edisi nipple-slip. Jadi selama tidak seburuk George Clooney, siapapun dan bagaimanapun Batman akan terlihat bagus. respect!
Batman versi George Clooney
Pun saya menyukai bagaimana Zack menggambarkan sosok Lex Luthor sebagai psychopat labil dengan segala mimik muka yang dimainkan Jesse Eisenberg dengan sangat apik. Jangan lupa bahwa di film ini juga ada Gal Gadot dan beberapa sinyal untuk menuju Justice League.

Tapi...
Film ini memang bukanlah sebuah film tanpa cela, banyak cedera dalam film ini yang kemudian membuat saya berubah dalam menilai yang awalnya saya ingin memberi 8,5/10 pada film ini menjadi 6/10. Ada satu garis batas puisi Zack Snyder dalam BvS ini terlihat sangat cupu dan tanpa kesan, menghancurkan semua yang sudah sangat indah terbangun di awal dengan satu kata tanya, saya ulangi semua keindahan dalam film ini hancur oleh satu kata tanya.... MARTHA?
Semua hancur, Batman dengan mudah mengaku "I'm a your son's friend" ketika menyelamatkan Ibu Clark Kent (Superman). WTF!!
Batas film ini begitu puitis ada pada kalimat tanda tanya "Martha?", setelah itu saya tidak merasakan sesuatu yang bernilai dalam film ini. Bayangkan betapa Zack sangat kejam merubah dendam Bruce Wayne bertahun-tahun pada Superman menjadi sikap lembut dan ingin menolong hanya KARENA PUNYA KESAMAAN NAMA IBU. Rusak

Sebagai fans Zack Snyder, saya masih berharap entah kapan di satu waktu Zack mengkonfirmasi bahwa ia hanya menyutradarai BvS sampai adegan Lex Luthor dan Superman bertemu di helipad. Selebihnya adegan dalam BvS disutradarai oleh anak magang atau DC sengaja membuat kompetisi berhadiah berupa kesempatan untuk menyutradarai beberapa scene dalam BvS. Sungguh saya mengharapkan hal itu setelah keluar bioskop.
Dan momen itu juga yang membuat saya berdoa semoga Zack tidak khilaf di Justice League dengan membuat adegan momen titik balik para Meta-humans ingin bersatu hanya karena mereka besar di panti asuhan yang sama. PLEASE
Justice League

Friday 18 March 2016

Kembalikan, Kembalilah

Tenang sebentar mengendapkan, uraikan simpul kacaunya
Diam sebentar membedakan, yang teringinkan dan dibutuhkan
Hidup itu sekali, dan mati itu pasti
Bisa jadi nanti atau setelah ini
Coba tulis ulang lagi, yang sejatinya kau cari

Yang paling susah dalam berkarya adalah menjaga mood dan konsistensi, semua pelaku karya akan mengamini hal itu. Memang tidak mudah, melakukan apa yang terus menerus meskipun kita sendiri menyukai hal yang kita lakukan tersebut, tapi layaknya dalam berhubungan dengan makhluk hidup berkarya pun memiliki fase kebosanan.
Fase kebosanan atau fase stuck atau titik jenuh pasti akan dirasakan, mau tidak mau, suka tidak suka, setiap pelaku karya akan mengalaminya. Lantas apa yang menjadikan seorang pelaku karya berhasil membuat sebuah karya besar kalau semua akan mengalami fase bosan? menurut saya, itulah yang membedakan mental seorang pelaku karya besar. Ia mampu untuk menantang dirinya sendiri melawan rasa bosan itu, seperti penggalan lirik lagu Michael Jackson di Man in the Mirror yang berbunyi
If you wanna make the world a better place
Take a look at yourself then make a change
Musuh dalam berkarya, seringkali adalah diri kita sendiri. Bukan hanya dalam berkarya saya rasa, tapi semua aspek dalam hidup musuhnya adalah seseorang yang berdiri tepat di depan kita ketika bercermin.

Lalu apakah dengan menulis ini lantas membuat orang berpikir bahwa saya orang yang sudah berhasil melewati fase itu, tidak sama sekali. Saya malah justru masih bimbang, apa yang tidak seberapa saya lakukan ini apakah sudah saatnya memasuki fase bosan? mungkin sudah juga mungkin belum. Karena pasti fase itu tidak datang sekali-dua kali, mungkin itulah yang menjadikan sebuah proses harus sangat berharga bagi kita karena begitulah cara Dia "menempa" kita untuk semakin tajam dan semakin tajam.
Entah di tahun berapa saya pernah menulis bahwa hidup bukanlah sebuah ajang lomba lari kencang dimana yang cepat akan menang dan yang lambat akan kalah, hidup tidak se-pragmatis itu saya rasa. Yang ingin saya sampaikan adalah bahwa dalam hidup kita diharuskan untuk berhenti, melakukan evaluasi, dan melihat ke belakang untuk semua yang kita lalui. Bahwa dalam prosesnya, semua harus melihat seberapa jauh jarak dalam hidup yang sudah ia tempuh? untuk kembali berpikir bahwa apakah di titik ini, kita dalam "track" yang kita rencanakan atau sudah jauh melenceng ke sebuah jalan yang kita sendiri tidak tahu mana ujungnya.

(gambar diperoleh dari Google.com)
Nah, memurnikan lagi tujuan awal kita melakukan karya inilah yang menjadi menurut saya penting. Kembali lihat apa yang sejatinya kita mulai dan apa yang sudah kita capai, apakah masih dalam satu track yang sama atau sudah banyak yang berubah. Tidak ada pengecualian dalam alasan, kalaupun alasannya adalah mendapat uang dari berkarya, ya menurut saya itu sah saja karena ayolah ini masa dimana semua orang merasa bahwa tanpa uang apa yang membuat spesies manusia bisa bertahan?
kalau alasannya adalah berekspresi dan menyuarakan sesuatu seperti prinsip "Voice the Voiceless" maka apa yang lebih agung dari apa yang didapat seorang pelaku karya selain apresiasi dan sambutan hangat penikmat karya kita? Kalau bisa memadukan dan menjembatani agar keduanya harmonis, itu sangatlah indah.

Tenang sebentar mengendapkan, uraikan simpul kacaunya.
Diam sebentar membedakan, yang teringinkan dan dibutuhkan.
(Menantang Rasi Bintang oleh FSTVLST, 2012)



nb: Tulisan ini bersifat relatif, bisa benar bisa salah karena saya sadar kita tidak pernah dibesarkan dalam lingkungan dalam pola pikir yang sama. thanks

Friday 11 March 2016

IronBat vs Super Soldier : Dawn of Civil War

Entah ada apa dengan selera penonton bumi saat ini, tidak puas melihat superhero menumpas kejahatan tahun 2016 mereka menyambut dengan riang gembira superhero yang akan melawan superhero lainnya. Seolah mengamini bahwa manusia memang makhluk yang greedy, manusia dengan sengaja mengadu pahlawan super mereka.

Civil War
(source google.com)

Dawn of Justice
(source Google.com)
Tahun ini, akan ada 2 film yang menghadirkan pertarungan pahlawan super yang entah kenapa memiliki kemiripan padahal datang dari 2 perusahaan komik terbesar (Marvel dan DC) dan yang menarik adalah pertarungan antara pahlawan super ini mau tidak mau akan menyeret pahlawan super lain yang mungkin saja mereka sedang ingin menikmati me-time atau quality time bersama teman senasib sepenanggungan. Lihat saja, bagaimana seharusnya Ant-Man beristirahat menikmati kejayaan filmnya yang baru saja rilis tahun lalu harus diusik oleh manusia kuno yang sepertinya dia cukup keras kepala untuk diingatkan bahwa di jaman serba modern seperti saat ini tameng berlogo bintang di tengahnya itu norak. Di film lain, Gal Gadot harus rela menjadi penghias visual di tengah mas-mas playboy dan alien yang entah siapa yang memberi ia saran bahwa memasang celana dalam setelah celana panjang adalah perbuatan yang sungguh mengganggu visual. Yang mengejutkan netizen beberapa hari terakhir tentu adalah kemunculan si adik laba-laba yang baru saja pindah ke Marvel Studio tiba-tiba secara tidak sopan merebut dan memborgol tangan si manusia kuno yang kemudian dilanjut dengan apa yang Deadpool sebut dengan "Superhero Landing", dan benar saja itu pasti akan terasa menyakitkan di bagian dengkul. Kemudian dia dengan santai menyapa "Hi Everyone", SOK ASIK U KNO.

Superhero Landing
(source Google.com)
Kubu mas-mas playboy dan alien ini tidak cukup banyak mengundang sebuah kejutan, bahkan menurut beberapa pembahasan di forum trailer dari film ini terlalu menjelaskan garis besar cerita sehingga tidak ada kejutan. Tapi saya pribadi cukup menaruh ekspektasi tinggi di film ini, terutama bagaimana nanti Zack Snyder sang sutradara mengeksekusi dan menggambarkan karakter Batfleck (Batman versi Ben Affleck) karena saya cukup puas dengan Zack mengeksekusi cerita Watchmen yang rilis tahun 2009. Karena, jika anda penggemar banyak film mas-mas playboy berbaju kelelawar ini pasti sudah bisa menebak bahwa berbeda aktor maka akan berbeda pula bagaimana mas Bruce Wayne ini di filmnya, tentu sangat terasa bagaimana Batman versi Lewis Wilson, Michael Keaton, Val Kilmer, George Clooney, Christian Bale, sampai yang terakhir Ben Affleck. Bagaimana Snyder menceritakan ini tetap menjadi satu perhatian dan film yang layak ditunggu meski trailernya sudah mengacaukan semua.
Jangan tanya saya mengenai Superman, saya tidak tahu karena menurut saya dia aneh. Itu saja

Apakah cukup dengan 2 film itu untuk membuktikan manusia adalah makhluk yang greedy? TENTU TIDAK!

Apa yang terjadi jika pahlawan super sibuk dengan urusan konflik pribadinya masing-masing? Tepat sekali jika dalam pikiran anda adalah para penjahat yang luntang-luntung tanpa pekerjaan. Dan tahun 2016 ini, mereka beraliansi untuk membentuk sebuah kumpulan kriminal bernama "Suicide Squad", entah apa yang ada di benak selera manusia bumi saat ini.
Saya akan sangat terkejut jika lawan Suicide Squad ini adalah juga seorang penjahat, mungkin saat itu juga di belahan bumi lain ada sekumpulan manusia yang menggelar Istighosah dan rukyat untuk segera mengusir selera film manusia di tahun 2016.

Suicide Squad
(source Google.com)
Dear Superheroes,
Apa sih yang menjadi masalah pelik kalian? kenapa harus bertengkar, dan lebih parah mengajak teman-teman tak berdosa lain untuk mempertaruhkan nyawa demi sentimentil pribadi yang mungkin bisa diselesaikan secara baik-baik dengan cara Twitwar misalnya, ke-timuran sekali kan? Masalah akan selesai dan masyarakat tidak perlu was-was karena bangunan rumahnya tidak perlu menjadi korban ledakan yang kalian hasilkan.
Kalau memang dirasa tidak cukup menyelesaikan, oke tidak masalah bagi kami. Karena bagaimanapun kami akan dengan sangat rela dan ikhlas bekerja keras menyisihkan uang jajan kami dan mengantre panjang untuk melihat kalian saling bertengkar dan bertukar ledakan. Pada khittahnya, kami manusia memang gemar melakukan pertumpahan darah bahkan sifat alamiah ini sudah bisa diprediksi para malaikat ketika penciptaan kakek moyang kami.
Ya sudahlah, kami memang greedy dan gemar (menyaksikan) pertumpahan darah.

Friday 4 March 2016

(K)etika

Sosial media adalah saat yang baik untuk mempertunjukkan segala sesuatu kepada khalayak lain sesama pengguna, baik itu facebook, twitter, path, youtube, dan lain sebagainya. Era ini juga bisa dikatakan sebagai era mendokumentasikan diri sendiri, era untuk membuat diri sendiri menjadi seolah terlihat sebagai "selebritis" yang semua orang harus tau semua kegiatan kita, nah seperti layaknya hal lain sosial media juga bersifat seperti koin yang memiliki 2 sisi ada negatif dan positif. Negatif menurut siapa dan positif menurut siapa tidak perlu kita perdebatkan, karena cuma akan menuju sebuah konklusi berupa "Kembali ke pribadi masing-masing aja lah.."

social media logos
(pic via google.com)
Beberapa hari terakhir saya lebih suka mengomentari sebuah peristiwa lalu mengunggahnya di blog, menurut saya lebih efektif itu saja. Dan yang sedang marak saat ini adalah sebuah unggahan foto sepasang kekasih yang terlihat sedang mesra dibalik selimut, yang menjadi masalah adalah usia mereka yang masih terlalu muda untuk beradegan dan mengunggahnya di akun pribadi. Tidak ada yang salah dengan mengunggah foto apapun dan dalam pose apapun, pun tidak ada regulasi batasan usia untuk mengunggah sebuah foto dengan pose tertentu, karena yang bisa dan harusnya membatasi adalah individu masing-masing untuk memiliki kesadaran apakah ini layak diunggah atau ini hanya harusnya menjadi konsumsi pribadi.
Mari kita melihat kasus ini sebagai satu sisi negatif, bahwa anak ini harusnya tidak mengunggah foto dan terlebih lagi beradegan seperti itu. Tetapi jika kita melihat dari sisi lain, situs portal berita dan beberapa akun ingin membuat foto ini menjadi sesuatu yang viral yang bisa diperlihatkan ke semua orang dengan caption yang "klik-able". Bukan saya lantas melawan bahwa ini adalah masalah moral yang harus dijadikan contoh agar si anak yang mengunggah foto ini menjadi jera, tetapi ini adalah masalah etika dalam jurnalistik (atau Jurnalisme, koreksi saya jika salah memahami).

Lho, kenapa begitu?
Bagini lho, admin portal berita yang cerdas. Dengan anda membuat viral foto anak ini yang TANPA SENSOR baik wajah maupun nama akun, si anak ini pasti akan memiliki masa depan yang suram. Oke jika anda beranggapan bahwa ini adalah sebuah konsekuensi sosial di sosial media, bahwa ini harus menjadi satu pelajaran buat anak seusianya untuk tidak sembarangan mengunggah foto yang tidak layak untuk diperlihatkan kepada publik.
Saya sempat memiliki anggapan bahwa yang dilakukan portal berita ini apakah bisa dikategorikan sebagai bullying, ini didasari atas minimnya referensi saya terhadap apa saja hal yang layak dikategorikan sebagai bullying mohon diberi pencerahan. Bahwa kita sepakat anak ini salah, mungkin semua orang akan setuju, tapi kita harus melihat bahwa anak ini masih memiliki kehidupan yang panjang dan ia harus melanjutkan jenjang pendidikan.
Yang saya garis bawahi adalah portal berita yang tidak mengedepankan etika dengan tidak melakukan sensor di wajah dan akun anak ini, menjadi satu perhatian khusus tentunya jika pembuat berita paham betul apa efek yang akan ditimbulkan sebelum membuat berita tersebut.

Era informasi serba cepat dengan berbagai sudut pandang di satu sisi kadang bisa membuat kita tersesat dan masuk dalam bermacam pemahaman, tapi bukankah di sisi lain menjadi semacam "trigger" untuk kita sebagai manusia yang hidup di era ini dituntut untuk lebih cerdas dalam mengumpulkan informasi lalu menyimpulkannya menjadi sebuah perspektif yang benar (paling tidak menurut kita masing-masing). Ingat, THERE IS NO WRONG TO DO THE RIGHT THING

live your destiny