Saturday 13 January 2018

Realitas Mesin Waktu

Saya begitu terobsesi dengan apapun yang berkaitan mesin waktu, time-traveller, dan merusak timeline. Terakhir saya terkagum dengan film "Tomorrow, I Will Love Yesterday's You", sebuah film yang mengangkat tema tentang seseorang yang memiliki garis waktu berbeda dengan manusia pada umumnya, saya terkesan dengan ide dan eksekusinya sebagai sajian utuh sebuah film. Saya bahkan selalu memberi nama playlist saya dan mengelompokkan berdasarkan tahun dimana saya pertama kali menyukai lagu tersebut, bagi saya, selain wewangian, lagu adalah mesin waktu termudah yang bisa kita rasakan. Dalam satu lagu, saya bisa mengingat beberapa momen yang terjadi ketika pertama mendengar lagu tersebut.

Memasuki 2018, artinya tahun ini usia saya akan menginjak 29, ujung usia di fase 20an dalam manusia. Saya merasa banyak kekurangan dalam diri saya, masih terlalu banyak yang saya harus kuasai agar bisa dikatakan sebagai "dewasa". Saya masih merasa saya adalah pemuda 21 tahun yang masih terlalu senang bermain, terlalu banyak membuang waktu dan susah menentukan skala prioritas, saya buruk dalam hal memutuskan. Padahal di usia saya yang seperti ini, hal yang berkaitan dengan keputusan dan komitmen adalah sebuah keharusan.

Ya, saya benci menjadi tua

Dulu ketika usia saya menginjak 20, saya menulis di status Facebook saya "Generasi Menolak Tua", nyatanya di hampir 10 tahun saya menulisnya, saya tetap membenci dan menolak untuk menjadi tua. Sesekali terlintas di pikiran saya, kalau memang mesin waktu benar adanya, saya ingin mendatangi diri saya di usia 23-25, menamparnya dengan keras sambil teriak "Do something, dumbass!". Dalam kurun waktu usia itu, saya benar-benar meremehkan semua orang yang mementingkan komitmennya, lulus kuliah, lalu kerja, dan memiliki target di usia ke sekian. Terus menerus saya mencari pembenaran atas semua yang saya lakukan, sampai di usia ke-26 saya baru sadar bahwa ada yang harus diprioritaskan dalam hidup, menata kembali kuliah saya, menyelesaikan apa yang orang tua saya impikan yang seharusnya sudah saya selesaikan 3-4 tahun lalu, betapa saya ingin bertemu dengan diri saya sendiri di usia itu.

Ya, saya benci menjadi tua

Karir, asmara, bagaimana nanti ke depan, adalah beberapa hal yang sering dan bosan saya dengar di usia ini. Memilih ini harus mempertimbangkan itu, mementingkan yang ini untuk itu yang lebih baik, mendahulukan yang ini agar nanti ke depannya itu bisa lebih mudah, semua nasehat dan kata bijak benar menghantui saya di wilayah itu. Sungguh menjadi tua itu tidak menyenangkan, bagaimana kalau yang ini ternyata tidak dapat membendung yang itu, apa jadinya kalau ini tidak seperti yang itu.
Di sekitar saya, banyak teman yang akhirnya memilih menjadi "seperti apa yang seharusnya orang umum lakukan", hal semacam "Think out of the box" akhirnya menemui jalan buntu di persimpangan asumsi "yaudahlah realistis aja" dan umur yang sudah tidak lagi muda.

Ya, sudahlah

Apapun itu, garis waktu saya mengharuskan seperti ini, saya agak terlambat di beberapa fase hidup. Nyatanya mesin waktu memang belum ditemukan, dan saya selalu percaya tidak satupun yang memegang kunci terhadap garis waktu itu selain kita sendiri, dengan kelemahan kita memberi sedikit ruang dalam diri kita untuk terus berkembang.

Ya, saya sekali lagi melakukan pembenaran

No comments:

Post a Comment